Wednesday, April 13, 2016

SKRIPSI BAB II :Perubahan Nilai Moral Pada Anak Usia Sekolah Dasar

BAB II
                                    KAJIAN PUSTAKA
1.1. Nilai
1.1.1. Pengertian nilai

Nilai yang dalam bahasa Inggrisnya adalah value biasa diartikan sebagai harga,penghargaan, atau taksiran. Maksudnya adalah harga atau pengharagaan  yang melekat pada suatu objek Nilai moral adalah suatu bagian dari nilai, yaitu nilai yang menangani kelakuan baik atau buruk dari manusia.moral selalu berhubungan dengan nilai, tetapi tidak semua nilai adalah nilai moral.  Moral berhubungan dengan kelakuan atau tindakan manusia. Nilai moral inilah yang lebih terkait dengan tingkah laku kehidupan kita sehari-hari.
(Nur Wahyu Rochmadi, 2011, Hal 37).
a, Pengertian nilai menurut para hali :
1.    Widjaja (Nur Wahyu Rochmadi, 2011 Hal 37).

Mengemukakan bahwa menilai berati menimbang, yaitu kegiatan menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain (sebagai standar), untuk selanjutnya mengambil keputusan. Keputusan itu dapat menyatakan: berguna atau tidak berguna, benaratau tidak benar, indah atau tidak indah, baik atau tidak baik dan seterusnya.
2.    Kimball Young
Mengemukakan nilai sosial adalah asumsi yang abstrak dan sering tidak disadari tentang apa yang dianggap penting dalam masyarakat.
3.    A.W.Green
Nilai sosial adalah kesadaran yang secara relatif berlangsung disertai emosi terhadap objek.
4.    Woods
Mengemukakan bahwa nilai sosial merupakan petunjuk umum yang telah berlangsung lama serta mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.
5.    M.Z.Lawang
Menyatakan nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan, yang pantas, berharga, dan dapat mempengaruhi perilaku sosial dari orang yang bernilai tersebut.
6.    Hendropuspito
Menyatakan nilai sosial adalah segala sesuatu yang dihargai masyarakat karena mempunyai daya guna fungsional bagi perkembangan kehidupan manusia.
7.    Scheler

“Menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada tidaklah sama luhur dan sama tingginya. Nilai-nilai itu secara nyata ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai-nilai lainnya. Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai dikelompokkan dalam 4 tingkatan sebagai berikut:
-    Nilai-nilai kenikmatan: dalam tingkat ini terdapat deretan nilai-nilai yang mengenakkan dan tidak mengenakkan, yang menyebabkan orang senang atau menderita.
-    Nilai-nilai kehidupan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai yang lebih penting bagi kehidupan, misalnya: kesehatan, kesegaran badan, kesejahteraan umum.
-    Nilai-nilai kejiwaan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai yang sama sekali tidak tergantung pada keadaan jasmani maupun lingkungan, seperti misalnya kehidupan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat.
-    Nilai-nilai kerohanian: dalam tingkat ini terdapat modalitas nilai dari suci dan tak suci. Nilai-nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi dan nilai kebutuhan.
1.1.2    Macam-macam nilai
Menurut Prof. Dr. Notonegoro, (Nur Wahyu Rochmadi, 2011 Hal 39)  nilai dibagi menjadi 3 , yaitu :
1. Nilai material (fisik), yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani manusia. Artinya sesuatu itu bernilai bagi manusia apabila berguna memiliki daya guna atau manfaat bagi manusia. Misalnya makanan, minuman, perhiasan, dan lain-lain.
2. Nilai vital (penting), yaitu sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat melakukan kegiatan atau aktifitas, misalnya alat-alat tulis bagi pelajar, computer, kendaraan bermotor.

3. Nilai kerohanian (batin), yaitu segala yang berguna bagi unsur rohani (batin) manusia. Nilai ini dapat dibedakan menjadi empat macam:

a. NIlai kebenaran, bersumber pada akal manusia.
b. Nilai keindahan, bersumber pada unsur rasa (perasaan) manusia.
c. Nilai moral, bersumber pada kemauan atau etika dan
d. Nilai religious, bersumber pada keykinan atau kepercayaan manusi, berfungsi sebagai sumber moral yang diyakini sebagai ridho Tuhan.

Dalam filsafat, nilai dibedakan dalam tiga macam, yaitu:

a. Nilai logika adalah nilai benar salah.
b. Nilai estetika adalah nilai indah tidak indah.
c. Nilai etika/moral adalah nilai baik buruk.

1.1.3. Nilai berdasarkan cirinya
     Berdasarkan cirinya, kita mengenal dua jenis nilai, yaitu nilai yang tercernakan dan nilai dominan:
-       Nilai dominan (dianggap lebih penting).
     yaitu nilai yang dianggap lebih penting daripada nilai-nilai yang lainnya. Mengapa suatu nilai dikatakan dominan? Ada beberapa ukuran yang digunakan untuk menentukan dominan atau tidaknya suatu nilai, yaitu sebagai berikut.
a) Banyaknya orang yang menganut nilai tersebut.
b) Lamanya nilai dirasakan oleh anggota kelompok yang menganut nilai itu.
c) Tingginya usaha untuk mempertahankan nilai tersebut.
d) Tingginya kedudukan orang yang membawakan nilai itu.
- Nilai yang tercernakan atau mendarah daging (internalized value),
yaitu nilai yang menjadi kepribadian bawah sadar atau dengan kata lain nilai yang dapat mendorong timbulnya tindakan tanpa berpikir panjang. Sebagai contohnya seorang ayah dengan sangat berani dan penuh kerelaan menolong anaknya yang terperangkap api di rumahnya,meskipun risikonya sangat besar.
(http://anaajat.blogspot.com/2012/08/jenis-jenis-dan-fungsinilaisosial.html).
1.1.4. berdasarkan tingkat keberadaannya
Kita mengenal dua jenis nilai berdasarkan tingkat keberadaannya, yaitu nilai yang berdiri sendiri dan nilai yang tidak berdiri sendiri.
- Nilai yang berdiri sendiri, yaitu suatu nilai yang diperoleh semenjak manusia atau benda itu ada dan memiliki sifat khusus yang akhirnya muncul karena memiliki nilai tersebut. Contohnya pemandangan alam yang indah, manusia yang cantik atau tampan, dan lain-lain.
- Nilai yang tidak berdiri sendiri, yaitu nilai yang diperoleh suatu benda atau manusia karena bantuan dari pihak lain. Contohnya seorang siswa yang pandai karena bimbingan dan arahan dari para gurunya. Dengan kata lain nilai ini sangat bergantung pada subjeknya.
1.2. MORAL
1.2.1    Pengertian moral
Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin, bentuk jamaknya mores, yang artinya adalah tata-cara atau adat-istiadat. DalamKamus Besar Bahasa Indonesia (1989: 592), moral diartikan sebagai akhlak, budi pekerti, atau susila. Secara terminologis, terdapat berbagai rumusan pengertian moral, yang dari segi substantif materiilnya tidak ada perbedaan, akan tetapi bentuk formalnya berbeda. Widjaja (1985: 154) menyatakan bahwa moral adalah ajaran baik dan buruk tentang perbuatan dan kelakuan (akhlak). Al-Ghazali (1994: 31) mengemukakan pengertian akhlak, sebagai padanan kata moral, sebagai perangai (watak, tabiat) yang menetap kuat dalam jiwa manusia dan merupakan sumber timbulnya perbuatan tertentu dari dirinya secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan dan direncanakan sebelumnya. Sementara itu Wila Huky, sebagaimana dikutip oleh Bambang Daroeso (1986: 22),
Dalam kamus filsafat terdapat beberapa pengertian dan arti moral yang diantaranya adalah sebagai berikut:
- Memiliki: Kemampuan untuk diarahkan oleh (dipengaruhi oleh) keinsyafan benar atau salah; Kemampuan untuk mengarahkan (mempengaruhi) orang lain sesuai dengan kaidah-kaidah perilaku nilai benar dan salah.
- Menyangkut cara seseorang bertingkah laku dalam berhubungan dengan orang lain.
- Menyangkut kegiatan-kegiatan yang dipandang baik atau buruk, benar atau salah, tepat atau tidak tepat.
- Sesuai dengan kaidah-kaidah yang diterima, menyangkut apa yang dianggap benar, baik, adil dan pantas.
(http://www.g-excess.com/33876/ pengertian-dan-arti-moral-menurut-beberapa-ahli/. Online 22.34/19-02-2013).

1.2.2. Pengertian moral menurut para ahli
Menurut Immanuel Kant,
Moralitas adalah hal kenyakinan serta sikap batin dan bukan hanya hal sekedar penyesuaian dengan beberapa aturan dari luar, entah itu aturan berupa hukum negara, hukum agama atau hukum adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan jika, kriteria mutu moral dari seseorang adalah hal kesetiaannya terhadap hatinya sendiri.
Moral merupakan tindakan manusia yang bercorak khusus yang didasarkan kepada pengertiannya mengenai baik dan buruk. Morallah yang membedakan manusia denga makhluk tuhan yang lainya dan menempatkan pada posisi yang baik diatas makhluk lain.
Moral adalah realitas dari kepribadian pada umumnya bukan hasil dari perkembangan pribadi semata, namun moral merupakan tindakan atau tingkah laku seseorang. Moral tidaklah bisa dipisahkan dari kehidupan beragama. Di dalam agama Islam perkataan moral sangat identik dengan akhlak. Di mana kata ‘akhlak’ berasal dari bahasa Arab jama’ dari ‘khulqun’ yang berarti budi pekerti.
          DIAN IBUNG
Moral adalah nilai yang berlaku dalam suatu lingkungan sosial dan mengatur tingkah laku seseorang.

WIWIT WAHYUNING, DKK
Moral berkenaan dengan norma - norma umum, mengenai apa yang baik atau benar dalam cara hidup seseorang.

ZAINUDDIN SAIFULLAH NAINGGOLAN
Moral ialah suatu tendensi rohani untuk melakukan seperangkat standar dan norma yang mengatur perilaku seseorang dan masyarakat.

MARIA ASSUMPTA
          Moral adalah aturan mengenai sikap dan perilaku manusia sebagai manusia.

SONNY KERAF
Moral menjadi tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk menentukan baik buruknya tindakan manusia sebagai manusia, mungkin sebagai anggota masyarakat atau sebagai orang dengan jabatan tertentu atau profesi tertentu.
IMAM SUKARDI
Moral adalah suatu kebaikan yang disesuaikan dengan ukuran - ukuran tindakan yang diterima oleh umum, meliputi kesatuan sosial atau lingkungan tertentu.
J. DOUMA
Moral adalah segala kesusilaan yang berlaku.
RUSSEL SWANBURG
Moral adalah pernyataan pikiran yang berhubungan dengan semangat atau keantusiasan seseorang dalam bekerja.
(http://carapedia.com/ pengertian_ definisi_moral_info2097.html, 12-01-2013, 23.11).
1.2.3. Definisi konsep moral
Secara kebahasaan perkataan moral berasal dari ungkapan bahasa latin mores yang merupakan bentuk jamak dari perkataan mos yang berarti adat kebiasaan. Dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Istilah moral biasanya dipergunakan untuk menentukan batas-batas suatu perbuatan, kelakuan, sifat dan perangkai dinyatakan benar, salah, baik, buruk, layak atau tidak layak, patut maupun tidak patut.
1.3. ANAK USIA SEKOLAH DASAR
1.3.1. Pengertian sekolah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sekolah merupakan bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar, serta tempat menerima dan memberi pelajaran. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa sekolah merupakan salah satu tempat bagi para siswa untuk menuntut ilmu. Dan melihat kenyatannya hingga sekarang sekolah masih dipercaya oleh sebagian besar anggota masyarakat sebagai salah satu tempat untuk belajar, berlatih kecakapan, menyerap pendidikan atau tempat proses mendewasakan anak.
Sekolah merupakan bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran. Sekolah dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah. Kepala Sekolah dibantu oleh wakil kepala sekolah. Jumlah wakil kepala sekolah di setiap sekolah berbeda, tergantung dengan kebutuhannya. Bangunan sekolah disusun meninggi untuk memanfaatkan tanah yang tersedia dan dapat diisi dengan fasilitas lain.
1.3.2. Pengertian anak usia sekolah
Pengertian anak usia sekolah adalah anak yang berada pada usia-usia sekolah. Masa usia sekolah sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam hingga kira-kira usia duabelas tahun. Karakteristik utama usia sekolah adalah mereka menampilkan perbedaan-perbedaan individual dalam banyak segi dan bidang, diantaranya perbedaan dalam intelegensi, kemampuan dalam kognitif dan bahasa, perkembangan kepribadian dan perkembangan fisik (Untario, 2004).
Selanjutnya seorang anak mulai bersekolah dimana ia akan memperoleh pendidikan secara formal dari guru/pengajar/pendidik. Sekolah adalah tempat sesudah keluarga dimana anak akan memperoleh pendidikan. Oleh karena itu sekolah merupakan lembaga yang sangat penting didalam pembentukan kepribadian anak dan menentukan mutu anak tersebut dikemudian hari. Menurut Nasution (1993, dalam Djamarah, 2008) masa usia sekolah sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam tahun hingga kira-kira sebelas atau duabelas tahun.
Usia sekolah ditandai dengan mulainya anak masuk sekolah dasar dan dimulainya sejarah baru dalam kehidupannya yang kelak akan mengubah sikap-sikap dan tingkah lakunya. Para guru mengenal masa ini sebagai masa sekolah oleh karena pada usia inilah anak untuk pertama kalinya menerima pendidikan formal, tetapi bisa juga dikatakan bahwa masa usia sekolah adalah masa matang untuk belajar maupun masa matang untuk sekolah. Disebut masa matang untuk belajar karena anak sudah berusaha untuk mencapai sesuatu, sedangkan disebut masa matang untuk sekolah karena anak sudah menamatkan taman kanak-kanak, sebagai lembaga persiapan bersekolah yang sebenarnya dan anak sudah menginginkan kecakapan-kecakapan baru yang dapat diberikan dari sekolah.
Masa usia sekolah dianggap oleh Suryabrata (2008) sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Tetapi dia tidak berani mengatakan pada umur berapa tepatnya anak matang untuk masuk sekolah dasar. Kesukaran penentuan ketepatan umur matang untuk masuk sekolah dasar disebabkan kematangan itu tidak hanya ditentukan oleh umur semata, tetapi ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya seperti yang sudah dibahas sebelumnya.
(http://www. psychologymania. com/2012/10/ pengertian-anak- usia-sekolah. html, 13-01-2013, 21.37).
1.4. Karakter siswa usia sekolah dasar
1.4.1 Pengertian karasteristik siswa
Karakter menurut Puerwadarminta adalah watak, tabiat atau sifat-sifat kejiwaansedang menurut IR Pedjawijatna mengemukakan karakter atau watak adalah seluruh aku yang ternyata dalam tindakannya (insani). Dengan beberapa pengertian tersebut dapat penulis katakan bahwa karakteristik siswa adalah merupakan semua watak yang nyata dan timbul dalam suatu tindakan siswa dalah kehidupannya setiap saat. Sehingga dengan demikian, karena watak dan perbuatan manusia yang tidak akan lepas dari kondrat, dan sifat , serta bentuknya yang berbeda-beda, maka tidak heran jika bentuk dan karakter siswa juga berbeda-beda.
Adapun bentuk dan karakter siswa SD khususnya adalah dapat di uraikan sebagai berikut :
Senang bermain.
Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan lebih – lebih untuk kelas rendah. Guru sd seyogiyanya merancang model pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan di dalamnya. Guru hendaknya mengembangkan model pengajaran yang serius tapi santai. Penyusunan jadwal pelajaran hendaknya diselang saling antara mata pelajaran serius seperti ipa, matematika, dengan pelajaran yang mengandung unsur permainan seperti pendidikan jasmani, atau seni budaya dan keterampilan
Senang bergerak,
Orang dewasa dapat duduk berjam-jam, sedangkan anak SD dapat duduk dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Menyuruh anak untuk duduk rapi untuk jangka waktu yang lama, dirasakan anak sebagai siksaan.
Anak senang bekerja dalam kelompok.
Dari pergaulanya dengan kelompok sebaya, anak belajar aspek-aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti: belajar memenuhi aturan-aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada diterimanya dilingkungan, belajar menerimanya tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif), mempelajarai olah raga dan membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok, serta belajar keadilan dan demokrasi. Karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok. Guru dapat meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil dengan anggota 3 samapi 4 orang untuk mempelajari atau menyelesaikan suatu tugas secara kelompok.
       Senang merasakan atau melakukan/memperagakan sesuatu secara langsung.
Ditunjau dari teori perkembangan kognitif, anak SD memasuki tahap operasional konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan konsep-konsep baru dengan konsep-konsep lama. Berdasar pengalaman ini, siswa membentuk konsep-konsep tentang angka, ruang, waktu, fungsi-fungsi badan, jenis kelamin, moral, dan sebagainya. Bagi anak SD, penjelasan guru tentang materi pelajaran akan lebih dipahami jika anak melaksanakan sendiri, sama halnya dengan memberi contoh bagi orang dewasa. Dengan demikian guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh anak akan lebih memahami tentang solat jika langsung dengan prakteknya. (http://ihyayusriati.blogspot.com/2012/09/perkembangan-moral-pada-anak-usia-sd.html).

1.4.2. perkembangan anak usia sd

1. Pertumbuhan Fisik atau Jasmani
     a) Perkembangan fisik atau jasmani anak sangat berbeda satu sama lain, sekalipun anak-anak tersebut usianya relatif sama, bahkan dalam kondisi ekonomi yang relatif sama pula. Sedangkan pertumbuhan anak-anak berbeda ras juga menunjukkan perbedaan yang menyolok. Hal ini antara lain disebabkan perbedaan gizi, lingkungan, perlakuan orang tua terhadap anak, kebiasaan hidup dan lain-lain.
b) Nutrisi dan kesehatan amat mempengaruhi perkembangan fisik anak. Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan pertumbuhan anak menjadi lamban, kurang berdaya dan tidak aktif. Sebaliknya anak yang memperoleh makanan yang bergizi, lingkungan yang menunjang, perlakuan orang tua serta kebiasaan hidup yang baik akan menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak.
c) Olahraga juga merupakan faktor penting pada pertumbuhan fisik anak. Anak yang kurang berolahraga atau tidak aktif sering kali menderita kegemukan atau kelebihan berat badan yang dapat mengganggu gerak dan kesehatan anak.
d) Orang tua harus selalu memperhatikan berbagai macam penyakit yang sering kali diderita anak, misalnya bertalian dengan kesehatan penglihatan (mata), gigi, panas, dan lain-lain. Oleh karena itu orang tua selalu memperhatikan kebutuhan utama anak, antara lain kebutuhan gizi, kesehatan dan kebugaran jasmani yang dapat dilakukan setiap hari sekalipun sederhana.
2. Perkembangan Intelektual dan Emosional
a) Perkembangan intelektual anak sangat tergantung pada berbagai faktor utama, antara lain kesehatan gizi, kebugaran jasmani, pergaulan dan pembinaan orang tua. Akibat terganggunya perkembangan intelektual tersebut anak kurang dapat berpikir operasional, tidak memiliki kemampuan mental dan kurang aktif dalam pergaulan maupun dalam berkomunikasi dengan teman-temannya.
b) Perkembangan emosional berbeda satu sama lain karena adanya perbedaan jenis kelamin, usia, lingkungan, pergaulan dan pembinaan orang tua maupun guru di sekolah. Perbedaan perkembangan emosional tersebut juga dapat dilihat berdasarkan ras, budaya, etnik dan bangsa.
c) Perkembangan emosional juga dapat dipengaruhi oleh adanya gangguan kecemasan, rasa takut dan faktor-faktor eksternal yang sering kali tidak dikenal sebelumnya oleh anak yang sedang tumbuh. Namun sering kali juga adanya tindakan orang tua yang sering kali tidak dapat mempengaruhi perkembangan emosional anak. Misalnya sangat dimanjakan, terlalu banyak larangan karena terlalu mencintai anaknya. Akan tetapi sikap orang tua yang sangat keras, suka menekan dan selalu menghukum anak sekalipun anak membuat kesalahan sepele juga dapat mempengaruhi keseimbangan emosional anak.
d)  Perlakuan saudara serumah (kakak-adik), orang lain yang sering kali bertemu dan bergaul juga memegang peranan penting pada perkembangan emosional anak.
e) Dalam mengatasi berbagai masalah yang sering kali dihadapi oleh orang tua dan anak, biasanya orang tua berkonsultasi dengan para ahli, misalnya dokter anak, psikiatri, psikolog dan sebagainya. Dengan berkonsultasi tersebut orang tua akan dapat melakukan pembinaan anak dengan sebaik mungkin dan dapat menghindarkan segala sesuatu yang dapat merugikan bahkan memperlambat perkembangan mental dan emosional anak.
f) Stres juga dapat disebabkan oleh penyakit, frustasi dan ketidakhadiran orang tua, keadaan ekonomi orang tua, keamanan dan kekacauan yang sering kali timbul. Sedangkan dari pihak orang tua yang menyebabkan stres pada anak biasanya kurang perhatian orang tua, sering kali mendapat marah bahkan sampai menderita siksaan jasmani, anak disuruh melakukan sesuatu di luar kesanggupannya menyesuaikan diri dengan lingkungan, penerimaan lingkungan serta berbagai pengalaman yang bersifat positif selama anak melakukan berbagai aktivitas dalam masyarakat.
3. Perkembangan Bahasa
Bahasa telah berkembang sejak anak berusia 4 sampai 5 bulan. Orang tua yang bijak selalu membimbing anaknya untuk belajar berbicara mulai dari yang sederhana sampai anak memiliki keterampilan berkomunikasi dengan mempergunakan bahasa. Oleh karena itu bahasa berkembang setahap demi setahap sesuai dengan pertumbuhan organ pada anak dan kesediaan orang tua membimbing anaknya.
Fungsi dan tujuan berbicara antara lain:
(a)  sebagai pemuas kebutuhan,
(b)  sebagai alat untuk menarik orang lain,
(c)  sebagai alat untuk membina hubungan sosial,
(d)  sebagai alat untuk mengevaluasi diri sendiri,
(e)  untuk dapat mempengaruhi pikiran dan perasaan orang lain,
(f)  untuk mempengaruhi perilaku orang lain.

Potensi anak berbicara didukung oleh beberapa hal. Yaitu:
(a)  kematangan alat berbicara,
(b)  kesiapan mental,
(c)  adanya model yang baik untuk dicontoh oleh anak,
(d)  kesempatan berlatih,
(e)  motivasi untuk belajar dan berlatih dan
(f)   bimbingan dari orang tua.

Di samping adanya berbagai dukungan tersebut juga terdapat gangguan perkembangan berbicara bagi anak, yaitu:
 (a)  anak cengeng,
 (b)  anak sulit memahami isi pembicaraan orang lain.

4. Perkembangan moral, sosial, dan sikap.
a. Kepada orang tua sangat dianjurkan bahwa selain memberikan bimbingan juga harus mengajarkan bagaimana anak bergaul dalam masyarakat dengan tepat, dan dituntut menjadi teladan yang baik bagi anak, mengembangkan keterampilan anak dalam bergaul dan memberikan penguatan melalui pemberian hadiah kepada ajak apabila berbuat atau berperilaku yang positif.
b. Terdapat bermacam hadiah yang sering kali diberikan kepada anak, yaitu yang berupa materiil dan non materiil. Hadiah tersebut diberikan dengan maksud agar pada kemudian hari anak berperilaku lebih positif dan dapat diterima dalam masyarakat luas.
c) Fungsi hadiah bagi anak, antara lain:
(a) memiliki nilai pendidikan,
     (b) memberikan motivasi kepada anak,
     (c) memperkuat perilaku dan
           (d) memberikan dorongan agar anak berbuat lebih baik lagi.       
d) Fungsi hukuman yang diberikan kepada anak adalah:
    (a) fungsi restruktif,
    (b) fungsi pendidikan,
    (c) sebagai penguat motivasi.
e) Syarat pemberian hukuman adalah:
     (a) segera diberikan,
     (b) konsisten,
1.5. Karakter masyarakat                        
1.5.1  pengrtian karakter
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti:
a). Sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.
 b).Karakter juga bisa bermakna "huruf".
Menurut (Ditjen Mandikdasmen - Kementerian Pendidikan Nasional), Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat,  bangsa  dan  negara.  Individu  yang  berkarakter  baik  adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
W.B. Saunders, (1977: 126) menjelaskan bahwa karakter adalah sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh individu, sejumlah atribut yang dapat diamati pada individu.
Gulo W, (1982: 29) menjabarkan bahwa karakter adalah kepribadian ditinjau  dari titik  tolak etis  atau  moral,  misalnya kejujuran seseorang, biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap.
Kamisa, (1997: 281) mengungkapkan bahwa karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Berkarakter artinya mempunyai watak, mempunyai kepribadian.
1.5.2. Karakter masyarakat
Masyarakat adalah sejumlah manusia yang merupakan satu kesatuan golongan yang berhubungan tetap dan mempunyai kepentingan yang sama.Seperti; sekolah, keluarga,perkumpulan, Negara semua adalah masyarakat definisi lain dari Masyarakat juga merupakan salah satu satuan sosial sistem sosial, atau kesatuan hidup manusia. Istilah inggrisnya adalah society , sedangkan masyarakat itu sendiri berasal dari bahasa Arab Syakara yang berarti ikut serta atau partisipasi, kata Arab masyarakat berarti saling bergaul yang istilah ilmiahnya berinteraksi.Dalam ilmu sosiologi kita kit mengenal ada dua macam masyarakat, yaitu masyarakat paguyuban dan masyarakat petambayan.Masyarakat paguyuban terdapat hubungan pribadi antara anggota- anggota yang menimbulkan suatu ikatan batin antara mereka.Kalau pada masyarakat patambayan terdapat hubungan pamrih antara anggota-angota nya.
“Wyne “mengungkapkan bahwa kata karakter berasal dari bahasa Yunani “karasso” yang berarti “to mark” yaitu menandai atau mengukir, yang memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh sebab itu seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara orang yang berprilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang”.
Alwisol “menjelaskan pengertian karakter sebagai penggambaran tingkah laku dengan menonjolkan nilai (benar-salah, baik-buruk) baik secara eksplisit maupun implisit. Karakter berbeda dengan kepribadian kerena pengertian kepribadian dibebaskan dari nilai. Meskipun demikian, baik kepribadian (personality) maupun karakter berwujud tingkah laku yang ditujukan kelingkungan sosial, keduanya relatif permanen serta menuntun, mengerahkan dan mengorganisasikan aktifitas individu”.

1.5.3. Definisi masyarakat menurut para ahli
a. Menurut Selo Sumarjan (1974)
Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama yang
menghasilkan kebudayaan.

b. Menurut Koentjaraningrat (1994).
              Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi
menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat continue dan terikat oleh suatu rasa identitas yang sama.
c. Menurut Ralph Linton (1968).
Masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama dalam waktu yang relatif lama dan mampu membuat keteraturan dalam kehidupan bersama dan mereka menganggap sebagai satu kesatuan sosial.

d Menurut Karl Marx,
 Masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu ketegangan organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi.

e. Menurut Emile Durkheim,
Masyarakat merupakan suau kenyataan objektif pribadi-pribadi yang merupakan anggotanya.

f. Menurut Paul B. Horton & C. Hunt,
Masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok kumpulan manusia tersebut.
1.6. Karakter masyarakat desa dan kota
A. Masyarakat desa
Masyarakat desa selalu memiliki ciri-ciri atau dalam hidup bermasyarakat, yang biasanya tampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat digeneralisasikan pada kehidupan masyarakat desa di Jawa. Namun demikian, dengan adanya perubahan sosial religius dan perkembangan era informasi dan teknologi, terkadang sebagian karakteristik tersebut sudah “tidak berlaku”. Berikut ini disampaikan sejumlah karakteristik masyarakat desa, yang terkait dengan etika dan budaya mereka, yang bersifat umum yang selama ini masih sering ditemui. Setidaknya, ini menjadi salah satu wacana bagi kita yang akan bersama-sama hidup di lingkungan pedesaan. (http://maliqren.wordpress. com/2010/11/19/ masyarakat-pedesaan/)
1. Sederhana
Sebagian besar masyarakat desa hidup dalam kesederhanaan. Kesederhanaan ini terjadi karena dua hal:
a. Secara ekonomi memang tidak mampu.
b. Secara budaya memang tidak senang menyombongkan diri.
2. Mudah curiga
     Secara umum, masyarakat desa akan menaruh curiga pada:
a. Hal-hal baru di luar dirinya yang belum dipahaminya
b.Seseorang/sekelompok yang bagi komunitas mereka dianggap                        asing.
3. Menjunjung tinggi “unggah-ungguh”
Sebagai “orang Timur”, orang desa sangat menjunjung tinggi kesopanan atau “unggah-ungguh” apabila:
a. Bertemu dengan tetangga.
b. Berhadapan dengan pejabat.
c. Berhadapan dengan orang yang lebih tua/dituakan.
d. Berhadapan dengan orang yang lebih mampu secara ekonomi.
e. Berhadapan dengan orang yang tinggi tingkat pendidikannya.
4. Guyub, kekeluargaan.
Sudah menjadi karakteristik khas bagi masyarakat desa bahwa suasana kekeluargaan dan persaudaraan telah “mendarah-daging” dalam hati sanubari mereka.
5. Lugas.
Berbicara apa adanya”, itulah ciri khas lain yang dimiliki masyarakat desa. Mereka tidak peduli apakah ucapannya menyakitkan atau tidak bagi orang lain karena memang mereka tidak berencana untuk menyakiti orang lain. Kejujuran, itulah yang mereka miliki.
6. Tertutup dalam hal keuangan.
Biasanya masyarakat desa akan menutup diri manakala ada orang yang bertanya tentang sisi kemampuan ekonomi keluarga. Apalagi jika orang tersebut belum begitu dikenalnya. Katakanlah, mahasiswa yang sedang melakukan tugas penelitian survei pasti akan sulit mendapatkan informasi tentang jumlah pendapatan dan pengeluaran mereka.
7. Perasaan “minder” terhadap orang kota.
Satu fenomena yang ditampakkan oleh masayarakat desa, baik secara langsung ataupun tidak langsung ketika bertemu/bergaul dengan orang kota adalah perasaan mindernya yang cukup besar. Biasanya mereka cenderung untuk diam/tidak banyak omong.


8. Menghargai (“ngajeni”) orang lain.
                 Masyarakat desa benar-benar memperhitungkan kebaikan orang lain yang pernah diterimanya sebagai “patokan” untuk membalas budi sebesar-besarnya. Balas budi ini tidak selalu dalam wujud material tetapi juga dalam bentuk penghargaan sosial atau dalam bahasa Jawa biasa disebut dengan “ngajeni”.
9. Jika diberi janji, akan selalu diingat.
     Bagi masyarakat desa, janji yang pernah diucapkan seseorang/komunitas tertentu akan sangat diingat oleh mereka terlebih berkaitan dengan kebutuhan mereka. Hal ini didasari oleh pengalaman/trauma yang selama ini sering mereka alami, khususnya terhadap janji-janji terkait dengan program pembangunan di daerahnya.
       Sebaliknya bila janji itu tidak ditepati, bagi mereka akan menjadi “luka dalam” yang begitu membekas di hati dan sulit menghapuskannya. Contoh kecil: mahasiswa menjanjikan pertemuan di Balai Desa jam 19.00. Dengan tepat waktu, mereka telah standby namun mahasiswa baru datang jam 20.00. Mereka akan sangat kecewa dan selalu mengingat pengalaman itu.
10. Suka gotong-royong.
       Salah satu ciri khas masyarakat desa yang dimiliki dihampir seluruh kawasan Indonesia adalah gotong-royong atau kalau dalam masyarakat Jawa lebih dikenal dengan istilah “sambatan”. Uniknya, tanpa harus dimintai pertolongan, serta merta mereka akan “nyengkuyung” atau bahu-membahu meringankan beban tetangganya yang sedang punya “gawe” atau hajatan. Mereka tidak memperhitungkan kerugian materiil yang dikeluarkan untuk membantu orang lain. Prinsip mereka: “rugi sathak, bathi sanak”. Yang kurang lebih artinya: lebih baik kehilangan materi tetapi mendapat keuntungan bertambah saudara.
11. Demokratis.
            Sejalan dengan adanya perubahan struktur organisasi di desa, pengambilan keputusan terhadap suatu kegiatan pembangunan selalu dilakukan melalui mekanisme musyawarah untuk mufakat. Dalam hal ini peran BPD (Badan Perwakilan Desa) sangat penting dalam mengakomodasi pendapat/input dari warga.
12. Religius.
Masyarakat pedesaan dikenal sangat religius. Artinya, dalam keseharian mereka taat menjalankan ibadah agamanya. Secara kolektif, mereka juga mengaktualisasi diri ke dalam kegiatan budaya yang bernuansa keagamaan. Misalnya: tahlilan, rajaban, Jumat Kliwonan.
1.6.1    Ciri-ciri masyarakat perkotaan
Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat perkotaan, yaitu:
a. Kehidupan keagamaannya berkurang, kadangkala tidak terlalu   dipikirkan karena memang kehidupan yang cenderung kearah keduniaan saja.
b. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus berdantung pada orang lain (Individualisme).
c. Pembagian kerja diantara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
d. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota.
e. Jalan kehidupan yang cepat dikota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi warga kota, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, intuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
f. Perubahan-perubahan tampak nyata dikota-kota, sebab kota-kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar.
1.6.2.  Karakter masyarakat agamis
       Mengamati orang agamis, saya melihat ada keragaman karakteristik yang universal. Yang dimaksud dengan orang agamis adalah orang yang mengaku memeluk suatu agama. Yang dimaksud dengan karakteristik di sini adalah bagaimana orang tsb memahami agamanya, atau kebenaran macam apa yang dipahaminya atau menarik hatinya dari agama tersebut dan dianggapnya sebagai kebenaran yang utama. Universal berarti bahwa fenomena keragaman ini adalah sesuatu yang terjadi atau bisa didapati di semua agama. Keragaman karakteristik itu adalah adanya manusia ritual, manusia doktrinal, manusia moral, manusia ajaib, dan manusia spiritual dalam setiap agama.
       Manusia ritual adalah kelompok orang-orang yang menekankan sisi ritual dari agamanya. Mereka sangat peduli dan ketat menjaga aturan-aturan, prosedur-prosedur, dan upacara-upacara dalam agamanya. Memang semua agama memiliki aturan-aturan, prosedur-prosedur, dan upacara-upacara, dan kelompok manusia ritual ini adalah orang-orang yang melihat ritual-ritual ini sebagai sesuatu yang utama dan penting dalam agama tsb, yang harus dilestarikan, dan tidak boleh sembarangan dilanggar. Sebagai contoh, jika ajaran agama tsb memuat tentang surga, maka kelompok ini akan mengatakan bahwa ritual2 inilah yang akan membawa manusia ke surga.
       Manusia doktrinal adalah kelompok orang-orang yang melihat kebenaran suatu agama sebagai kebenaran dalam hal doktrin. Mereka peduli akan adanya suatu kosmologi yang tepat dan mendetil dalam suatu agama. Sebagai contoh, jika ajaran agama tersebut memuat tentang surga, maka kelompok ini akan berusaha sebisa mungkin mendefinisikan surga itu seperti apa berdasarkan ayat-ayat yang ada, dan ada kecenderungan untuk menganggap bahwa dengan pemahaman doktrinal yang benar, mereka dapat masuk surga. Biasanya kelompok ini tidak dapat mentoleransi pemahaman doktrin yang berbeda, baik dalam agamanya sendiri.
       Manusia moral adalah kelompok orang-orang yang melihat ajaran moralitas sebagai kebenaran dari suatu agama. Mereka mengatakan bahwa yang utama adalah moralitas dari orang yang mengaku beragama. Mereka menganggap agama adalah ajaran moral, yang bertujuan membuat manusia menjadi lebih bermoral. Mereka menekankan perdamaian, toleransi, dan seringkali mengabaikan ajaran-ajaran doktrinal demi menjunjung tegaknya nilai-nilai moral. Sebagai contoh, jika ajaran agama tersebut memuat tentang surga, maka kelompok ini cenderung tidak menonjolkan perbedaan-perbedaan konsep tentang surga, yang penting bagi mereka adalah bagaimana hidup bermoral, karena moralitaslah jalan menuju surga.
       Manusia ajaib adalah kelompok orang-orang yang terpesona pada hal-hal yang ajaib dan supranatural yang terdapat dalam ajaran maupun praktek agama tersebut. Mereka peduli pada keberadaan makluk halus, interaksi antara dunia lain dengan manusia, mujizat. Mereka menganggap itulah realita yang sesungguhnya. Sebagai contoh, jika ajaran agama tersebut memuat tentang surga, maka kelompok ini adalah kelompok yang mengklaim dapat pergi ke surga dan kembali lagi.
 Manusia spiritual adalah kelompok orang-orang yang menganggap bahwa agama adalah suatu usaha untuk memahami realitas spiritual yang ada. Bagi mereka, kebenaran itu adalah realitas spiritual tersebut, dan agama adalah satu penunjuk arah untuk mereka mencapai atau bergabung atau masuk ke dalam realitas spiritual tersebutb. Sebagai contoh, jika ajaran agama tersebut memuat tentang surga, maka bagi kelompok ini surga adalah penyatuan diri dengan yang Ilahi, dan hanya dengan memahami realitas spiritual ini orang dapat masuk surga dalam arti yang mereka pahami tersebut.

1.6.2    Sistem nilai budaya petani indonesia antara lain sebagai berikut:
1.    Para petani di Indonesia terutama di pulau jawa pada dasarnya menganggap bahwa hidupnya itu sebagai sesuatu hal yang buruk, penuh dosa, kesengsaraan. Tetapi itu tidak berarti bahwa ia harus menghindari hidup yang nyata dan menghindarkan diri dengan bersembunnyi di dalam kebatinan atau dengan bertapa, bahkan sebaliknya wajib menyadari keburukan hidup itu dengan jelas berlaku prihatin dan kemudian sebaik-baiknya dengan penuh usaha atau ikhtiar.
2.    Mereka beranggapan bahwa orang bekerja itu untuk hidup, dan kadang-kadnag untuk mencapai kedudukannya.
3.    Mereka berorientasi pada masa ini (sekarang), kurang memperdulikan masa depan, mereka kurang mampu untuk itu. Bahkan kadang-kadang ia rindu masa lampau mengenang kekayaan masa lampau menanti datangnya kembali sang ratu adil yang membawa kekayaan bagi mereka).
4.    Mereka menganggap alam tidak menakutkan bila ada bencana alam atau bencana lain itu hanya merupakan sesuatu yang harus wajib diterima kurang adanya agar peristiwa-peristiwa macam itu tidak berulang kembali.  Mereka cukup saja menyesuaikan diri dengan alam, kurang adanya usaha untuk menguasainya.
5.    Dan unutk menghadapi alam mereka cukup dengan hidup bergotong-royong, mereka sadar bahwa dalam hidup itu tergantung kepada sesamanya.
1.7.   Teori-teori pendukung
1.    Teori perkembangan moral ( Deweyd dan Piaget, Lawrence Kohleberg). (Zubaedi, 2005, hal 16).
Makna Perkembangan Moral
“Perkembangan sosial merupakan proses perkembangan kepribadian siswa selaku seorang anggota masyarakat dalam berhubungan dengan orang lain. Perkembangan ini berlangsung sejak masa bayi hingga akhir hayat. Perkembangan merupakan suatu proses pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pembentukan pribadi dalam keluarga, bangsa dan budaya. Perkembangan sosial hampir dapat dipastikan merupakan perkembangan moral, sebab perilaku moral pada umumnya merupakan unsur fundamental dalam bertingkah laku sosial. Seorang siswa hanya akan berperilaku sosial tertentu secara memadahi apabila menguasai pemikiran norma perilaku moral yang diperlukan untuk menguasai pemikiran norma perilaku moral yang diperlukan.
Seperti dalam proses perkembangan yang lannya, proses perkembangan sosial dan moral selalu berkaitan dengan proses belajar. Konsekuensinya, kualitas hasil perkembangan sosial sangat bergantung pada kualitas proses belajar (khususnya belajar sosial), baik dilingkungan sekolah, keluarga, maupun di lingkungan masyarakat. Hal ini bermakna bahwa proses belajar sangat menentukan kemampuan siswa dalam bersikap dan berperilaku sosial yang selaras dengan norma moral, agama, moral tradisi, moral hukum, dan norma moral yang berlaku dalam masyarakat.
2.    Pendekatan Klarifikasi nilai (Harmin, Krischenbaum dan Simon). (Zubaedi, 2005, hal 23).
pendekatan ini bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri dan nilai-nilai orang lain. Selain itu, pendekatan ini juga membantu peseta didik untuk mampu mengkomunikasikan secara jujur dan terbuka tentang nilai-nilai mereka sendiri kepada orang lain dan membantu peserta didik dalam menggunakan kemampuan berfikir rasional dan emosional dalam menilai perasaan, nilai dan tingkah laku mereka sendiri”.
3.    Teori karakteristik Carl Junk dan Han Eysecnk (EPQ, Eysenck Personality Questionnaire).
“Carl junk adalah pemikir paling awal yang memperkenalkan suatu teori karakteristik, dimana bawaan seseorang yang menentukan berbagai karakteristik yang disebut tempramen. Hans Eysenk adalah ahli psikologis yang pertama yang memberikan karakteristik sebagai sesuatu yang lebih matematis. Ia membuat suatu perhitungan analisis faktor untuk menemukan factor apa dalam karakteristik yang sangat berpengaruh, analisis ini di sebut EPQ.
 Akhirnya diberikanlah suatu pendapat baru mengenai adanya teori lima factor dalam karakteristik manusia, yaitu :

1.   Karakteristik pertama adalah introvenrsi dan ekstraversi. Pengertian yang sama dengan dengan pendapat yang dikemukakan Carl junk dan Eysenck.

2.    Karakteristik kedua adalah emosional. Seperti yang dikemukakan Hans Eysenck, nilai tinggi adalah orang yang memiliki kestabilan emosi yang baik.


3.   Karakteristik ketiga adalah mudah setuju. Nilai yang tinggi adalah individu yang cenderung untuk bersahabat dan baik hati.

4.   Karakteristik kempat adalah memiliki nurani. Nilai yang tinggi adalah individu yang yang tertib selalu menyelesaikan pekerjaan serta peduli dalam segala hal.


5.    Karakteristik kelima adalah keterbukaan akan pengalaman dan budaya. Nilai yang tinggi adalah individu yang dapat memiliki keterbukaan dalam memiliki hasil budaya, music, kesenian, serta pendapat orang lain”.

4.    Teori perubahan perilaku S-O-R Stimulus- Organisme- Respons. (http://www.psychologymania.com/2011/09/teori-disonansi-kognitif-cognitive.html 21.15).
“Menurut stimulus response ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Jadi unsur-unsur dalam model ini adalah ;
·    Pesan (stimulus, S)
·    Komunikan (organism, O)
·    Efek (Response, R)
Hosland, et al (1953) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku pada hakekatnya sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari :
·    Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.
·    Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.
·    Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).
·    Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).
Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus (rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme ini, faktor reinforcement memegang peranan penting”.
5.      Teori Driving Forces Kurt lewin.
(http://adingpintar.files.wordpress.com /2012/03/perubahan-perilaku.pdf).
Konsep Utama Teori Lewin
“Bagi Lewin, teori medan bukan suatu sistem psikologi baru yang terbatas pada suatu isi yang khas: teori medan merupakan sekumpulan konsep dengan dimana seseorang dapat menggambarkan kenyataan psikologis. Konsep konsep ini harus cukup luas untuk dapat diterapkan dalam semua bentuk tingkah laku, dan sekaligus juga cukup spesifik untuk menggambarkan orang tertentu dalam suatu situasi konkret. Lewin juga menggolongkan teori medan sebagai “suatu metode untuk menganalisis hubungan hubungan kausal dan untuk membangun konstruk-konstruk ilmiah”

Ciri ciri utama dari teori Lewin, yaitu :
1. Tingkah laku adalah suatu fungsi dari medan yang ada pada waktu tingkah laku itu terjadi.

2. Analisis mulai dengan situasi sebagai keseluruhan dari mana bagian bagian komponennya dipisahkan.
3. Orang yang kongkret dalam situasi yang kongkret dapat digambarkan secara matematis.

Konsep konsep teori medan telah diterapkan Lewin dalam berbagai gejala psikologis dan sosiologis, termasuk tingkah laku bayi dan anak anak ,masa adolsen , keterbelakangan mental, masalah masalah kelompok minoritas, perbedaan perbedan karakter nasional dan dinamika kelompok.

Teori Lewin tentang struktur, dinamika dan perkembangan kepribadian yang dikaitkan dengan lingkungan psikologis, karena orang orang dan lingkungannya merupakan bagiab bagian ruang kehidupan (life space) yang saling tergantung satu sama lain. Life space digunakan Lewin sebagai istilah untuk keseluruhan medan psikologis”.

6.      Teori “Dissonance” : Festinger
“Perilaku seseorang pada saat tertentu karena adanya keseimbangan antara sebab atau alasan dan akibat atau keputusan yang diambil (conssonance). Apabila terjadi stimulus dari luar yang lebih kuat, maka dalam diri orang tersebut akan terjadi
ketidak seimbangan (dissonance). Kalau akhirnya stilmulus tersebut direspons positif (menerimanya dan melakukannya) maka berarti terjadi perilaku baru (hasil perubahan), dan akhirnya kembali terjadi keseimbangan lagi (conssonance).
Rumus perubahan perilaku menurut Festinger: Terjadinya perubahan perilaku karena adanya perbedaan elemen kognitif yang seimbang dengan elemen tidak seimbang”.